Pemilu 2024 Mulai Memanas, Pentingnya Pendidikan Politik Untuk Warga Negara


Radar Nusantara.Lebak Selatan

korupsi dalam ranah politik terutama di pileg 2019 telah diatur dalam PKPU (Peraturan Komisi Pemilihan Umum); Nomor 20 tahun 2018 yang mengatur larangan mantan terpidana korupsi menjadi calon legislatif (caleg) pada Pemilu. Adapun salah satu latar belakang pelarangan mantan koruptor menjadi caleg yakni terbongkarnya kasus korupsi pada calon kepala daerah yang berkompetisi pada pilkada serentak 2018. Hal ini perlu digaris bawahi merupakan pendidikan politik yang buruk bagi warga negara.

Akan tetapi hal tersebut kemudian memacu perdebatan didalam Pasal 240 ayat (1) huruf (g) UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Pasal ini menegaskan, seorang mantan narapidana yang telah menjalani masa hukuman selama lima tahun atau lebih boleh mencalonkan diri selama yang bersangkutan mengumumkan pernah berstatus sebagai narapidana kepada publik. 

Selanjutnya, Mahkamah Agung (MA) mencabut Pasal 4 ayat 3 PKPU Nomor 20 tahun 2018. Putusan perkara uji materi itu pada akhirnya membatalkan pasal yang melarang eks terpidana korupsi, bandar narkoba, dan kejahatan seksual pada anak menjadi calon legislatif (Caleg). Selain itu MA juga mencabut Pasal 60 huruf j PKPU Nomor 26 tahun 2018—yang secara gamlang para mantan napi untuk tiga kejahatan tersebut, bisa maju menjadi Caleg DPR/DPRD dan DPD di Pemilu 2019.

Pada akhirnya terjadi konflik peran antara Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU). Artinya KPU tetap pendiriannya pada PKPU No 20 tahun 2018 sedangkan Bawaslu berpegang teguh pada Pasal 240 ayat (1) huruf (g) UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan putusan MA yang mencabut Pasal 4 ayat 3 PKPU Nomor 20 tahun 2018 tersebut, sehingga banyak sudah Bakal Calon Legislatif (Bacaleg) yang tidak diloloskan KPU untuk melanggang pada Pemilu 2019 namun diloloskan oleh Bawaslu. Jika disalahkan maka kasus ini boleh dibilang kesalahan, namun berpijak pada UU yang berlaku pada akhirnya kesalahan tersebut dapat ditoleransi.

Uraian ini jika dilihat dari persepektif pendidikan politik dimana Partai Politik dalam hal ini Calon Legislatif dan Eksekutif, KPU, Bawaslu, hingga MA, memiliki fungsi pendidikan politik bagi warga negara. Tentunya, pendidikan politik ini akan mempengaruhi partisipasi politik warga negara.

Mengaenai partisipasi politik itu, faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya partisipasi politik seseorang ialah kesadaran politik dan kepercayaan kepada pemerintah (sistem politik). Kesadaran politik merupakan kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara. Kemudian, kepercayaan kepada pemerintah ialah penilaian seseorang terhadap pemerintah yang menilai pemerintah bisa dipercaya dan dapat dipengaruhi atau tidak.

Dari uraian di atas dapat diambil benang merah bahwasanya pendidikan politik warga negara merupakan hal yang sangat penting, bahkan stabilitas nasional khususnya stabilitas politik. 

Pendidikan politik dan Pemilu bagaikan dua bilah mata uang yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Dimana pemilu dan hasil-hasilnya dapat dikatakan seluruhnya merupakan pendidikan politik bagi warga negara. Jika pemilunya bersih, jujur, dan adil maka itulah pendidikan politiknya dan juga sebaliknya.




Belum ada Komentar untuk "Pemilu 2024 Mulai Memanas, Pentingnya Pendidikan Politik Untuk Warga Negara"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel